Bagaimana kita membaca fenomena ini? Fantastika waiting list dipicu oleh makin membesarnya semangat dan minat warga masyarakat untuk menunaikan rukun Islam kelima itu. Fakta tersebut tentu ditopang oleh kesiapan ekonomi makin banyak warga untuk mengongkosi perjalanan hajinya, walaupun dari tahun ke tahun biaya itu cenderung naik. Besaran jumlah pendaftar jelas mendesak kuota dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang relatif tetap, sehingga pada titik tertentu tidak mungkin bisa mengakomodasi antrean peminat.
Kalau pada dasawarsa 1990-an para peminat haji kita masih tenang-tenang saja sementara negara tetangga seperti Malaysia sudah menerapkan daftar tunggu tiga hingga lima tahun, sekarang fenomena yang berlangsung di Tanah Air tentu membutuhkan sentuhan dinamika manajemen yang berbeda. Pertama, pengelolaan filterisasi pendaftaran untuk memenuhi asas keadilan, yakni apakah penerapan aturan agar orang yang sudah pernah berhaji memberi kesempatan kepada yang belum pernah, benar-benar diterapkan atau baru sebatas imbauan?
Kedua, dengan kesiapan yang panjang, persiapan baik dari sisi penyelenggara maupun pendaftar harus menjadi lebih matang, terutama menyangkut aspek-aspek teknis perjalanan haji sejak dari Tanah Air hingga di Tanah Suci. Ketiga, manajemen pengelolaan sebagian dana yang sudah harus disetor oleh calon jamaah. Hal-hal yang terkait dengan bunga bank, peruntukan, dan maslahat-maslahat untuk calon jamaah baik secara personal maupun dalam perspektif kolektif harus bisa dijelaskan sehingga tidak justru menimbulkan kemudaratan.
Kepada saudara-saudara kita yang besok mendapat kesempatan berangkat, kita mengucapkan selamat berhaji, diiringi lantunan doa kemabruran. Betapa membahagiakan sesungguhnya jika hak untuk berziarah ke situs-situs perjalanan haji dikaitkan dengan ”produk” berupa konteks kemaslahatan lebih luas bagi kehidupan bangsa. Dalam spektrum spiritualitas sosial, makin banyaknya orang yang berhaji tentu menumbuhkan logika harapan terciptanya masyarakat religius mulai dari lapis komunitas terkecil sampai ke kehidupan bernegara.
Kalaupun ada spektisitas bahwa ghirrah keagamaan baru terekspresikan dalam kuantitas dan belum menyentuh kualitas, bagaimanapun, itu merupakan bahan renungan, karena agama merupakan persoalan hati individu-individu. Tepatlah ajakan yang dahulu selalu dikumandangkan oleh Aa Gym, ”Mulailah dari diri sendiri”. Kemabruran, realitas makin memanjangnya daftar tunggu, dan harapan pancaran spiritualitas haji memberi makna bagi kemaslahatan bangsa, menjadi poin-poin penebar oase kehidupan yang makin berkualitas..suaramerdeka
===== Haji, Umrah
Judul: Haji dan Realitas Daftar Tunggu Yang Makin Panjang
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
0 comments... Baca dulu, baru komentar
Post a Comment