Ingin berkunjung ke kawasan gedung-gedung cantik dan megah di Mesir? Berkunjunglah ke El-Montazha Palace. Tulisan di bawah ini akan mencoba memberikan gambaran yang bisa menjadi alasan sahabat wisata muslim untuk berkunjung ke istana ini.
El-Montazha Palace terletak di sebelah timur kota Alexandria. Kawasan ini lebih dikenal dengan sebutan”mutiara mediterania”. Hal ini disebabkan karena selain memiliki 370 feddan, kawasan ini juga dihiasai dengan berbagai gedung cantik dan megah seperti Four Season Hotel, Ranaissance Alexandria Hotel, Metropole Hotel, Sofitel Cecil Alexandria Hotel, Windsor Palace Hotel, Hilton Alexandria Green Plaza, dan Sheraton Hotel Montazah.
Selain tempat-tempat tersebut, El-Montazha Palace juga memiliki sebuah taman untuk anak-anak dan istana yang terdiri dari beberapa gedung, antara lain al-Salamlek Palace dan Al-Haramlek Palace.
Al-Salamlek Palace merupakan cikal-bakal El-Montazha Palace, yang didirikan oleh Khedive Abbas Helmi pada tahun 1309 H/1892 M sebagai istana berburu. Istana ini disiapkan untuk permaisurinya yang berdarah Hungaria-Austria:Gawidan Hanem Abdullah (Countess may-torok von Szendro).
Istana yang terletak di atas bukit ini berada di tepi Teluk Montazha dan dikelilingi hutan buatan yang dirancang seorang arsitek Yunani, Dimitri Fabricious. Pada tahun 1351 H/1932 M, istana as-Samlek Palace dilengkapi dengan sebuah gedung baru yang disebut al-Haramlek Palace. Gabungan kedua istana itu kemudian menjadi El-Montazha.
Jika dicermati, nama al-Haramlek diambil dari kata harim. Secara harfiah, harim berarti segala sesuatu yang tidak boleh diperkenankan dan dilarang. Kosakata itu kemudian masuk dalam khazanah bahasa Eropa, dengan sedikit perubahan menjadi harem.
Kosakata harim itu memiliki akar linguistik yang berkaitan dengan kota Makkah, sebagai tanah haram yang mengandung hak istimewa serta hukum-hukum tersendiri. Pada musim haji, perang (membunuh manusia) dan berburu hewan dilarang di tanah haram. Hal itu berlaku sebelum kedatangan Islam maupun sesudahnya.
Istana yang dibangun atas perintah Raja Fuad I yang pada waktu itu menjabat sebagai raja ke-9 dari Dinasti Muhammad Ali ini dilengkapi dengan taman seluas 350 acre. Saat Raja al-Faruq naik tahta, Istana El-Montazha kian dipercantik. Pada masa pemerintahan itulah jembatan yang menuju ke arah laut dibangun.
Pada tahun 1355 -1372 H/1936-1952 M, istana yang memiliki perpaduan berbagai unsur arsitektur Islam dan Eropa ini dipegang penuh oleh Raja Faruq, raja ke-10 dari Dinasti Muhammad Ali sekaligus raja terakhir bagi Mesir.
Al-Faruq adalah cucu Khedevile Ismail Pasya. Putera pasangan suami –istri Raja Fuad I dan Puteri Nazil Sabri ini lahir di Kairo, Mesir, pada tahun 1338 H/1920 M. Setelah menerima pendidikan secara pribadi, ia berupaya memasuki sekolah umum Inggris saat berumur 15 tahun. Namun, karena tidak diterima di perguruan Eton dan Royal military Academy di Woolwich,Inggris, ia menjadi siswa kelas sore.
Pendidikannya tidak berlangsung lama karena sang ayah wafat pada tahun 1355 H/1936 M. Ia pun kembali ke negerinya untuk menjadi orang nomor satu bergelar ”Yang Mulia Dipertuan Al-Faruq” dengan rahmat Allah Swt, Raja Mesir, Sudan, Penguasa Nubia, Kordofan, dan Darfur di bawah pengampunan sebuah majelis hingga tahun berikutnya
Al-Faruq sangat anti terhadap Partai Wafd, partai politik terbesar di Mesir yang pro-Inggris. Di sisi lain, saudara perempuannya, Puteri Fawzia Fuad, mantan permaisuri Syah Iran Muhammad Reza Pahlevi, ini juga terlibat perseteruan dengan Inggris.
Perseteruan tersebut memuncak ketika perang dunia II meletus, terutama ketika pasukan Jerman di bawah komando Marsekal Erwin Rommel bergerak maju dari gurun Sahara, bagian barat Mesir, menuju Alexandria. Akibatnya, Inggris pun menggerakan pasukannya untuk mengepung Istana Abidin di Kairo. Pasukan Inggris itu akhirnya memaksa Al-Faruq untuk memberi kesempatan kepada Partai Wafd agar memegang kendali pemerintahan.
Seusai perang dunia II, situasi politik Mesir semakin memanas. Apalagi setelah Mesir kalah dalam perang Arab—Israel pada tahun 1386 H/1948 H. Puncaknya, terjadi kudeta yang dilancarkan oleh Kolonel Gamal Abdul Nasser terhadap kekuasaan al-Faruq. Dengan tumbangnya keturunan Muhammad Ali Pasya yang berkuasa sejak 1220 H/1805 M tersebut, berakhirlah pemerintahan monarki di Mesir dan Mesir pun menjadi negara republik. Istana El-Montazha pun dijadikan sebagai aset negara. Selanjutnya, Anwar Sadat menjadikannya istana kepresidenan saat ia menjabat sebagai presiden Mesir.
Bagi sahabat wisata muslim tour mesir yang ingin berkunjung, El-Montazha Palace terletak sekitar 25 kilometer dari stasiun Alexandria. Di sana juga terdapat banyak tempat wisata berupa kebun, pantai, dan taman. Untuk masuk ke sana, wisatawan dikenakan biaya tiket. Untuk masuk ke taman kita bisa membayar sekitar E £ 5 dan pantai E £ 10. Jika ingin menginap, tersedia pula kamar dengan tarif 450 dollar atau lebih per malam pada musim panas. Bangunan ini benar-benar mewah, setara dengan hotel bintang 5 dan menawarkan pemandangan yang menakjubkan di garis pantai Mideterania. (RA)
El-Montazha Palace terletak di sebelah timur kota Alexandria. Kawasan ini lebih dikenal dengan sebutan”mutiara mediterania”. Hal ini disebabkan karena selain memiliki 370 feddan, kawasan ini juga dihiasai dengan berbagai gedung cantik dan megah seperti Four Season Hotel, Ranaissance Alexandria Hotel, Metropole Hotel, Sofitel Cecil Alexandria Hotel, Windsor Palace Hotel, Hilton Alexandria Green Plaza, dan Sheraton Hotel Montazah.
El-Montazha Palace, Mutiara Mediterania |
Al-Salamlek Palace merupakan cikal-bakal El-Montazha Palace, yang didirikan oleh Khedive Abbas Helmi pada tahun 1309 H/1892 M sebagai istana berburu. Istana ini disiapkan untuk permaisurinya yang berdarah Hungaria-Austria:Gawidan Hanem Abdullah (Countess may-torok von Szendro).
Istana yang terletak di atas bukit ini berada di tepi Teluk Montazha dan dikelilingi hutan buatan yang dirancang seorang arsitek Yunani, Dimitri Fabricious. Pada tahun 1351 H/1932 M, istana as-Samlek Palace dilengkapi dengan sebuah gedung baru yang disebut al-Haramlek Palace. Gabungan kedua istana itu kemudian menjadi El-Montazha.
Jika dicermati, nama al-Haramlek diambil dari kata harim. Secara harfiah, harim berarti segala sesuatu yang tidak boleh diperkenankan dan dilarang. Kosakata itu kemudian masuk dalam khazanah bahasa Eropa, dengan sedikit perubahan menjadi harem.
Kosakata harim itu memiliki akar linguistik yang berkaitan dengan kota Makkah, sebagai tanah haram yang mengandung hak istimewa serta hukum-hukum tersendiri. Pada musim haji, perang (membunuh manusia) dan berburu hewan dilarang di tanah haram. Hal itu berlaku sebelum kedatangan Islam maupun sesudahnya.
Istana yang dibangun atas perintah Raja Fuad I yang pada waktu itu menjabat sebagai raja ke-9 dari Dinasti Muhammad Ali ini dilengkapi dengan taman seluas 350 acre. Saat Raja al-Faruq naik tahta, Istana El-Montazha kian dipercantik. Pada masa pemerintahan itulah jembatan yang menuju ke arah laut dibangun.
Pada tahun 1355 -1372 H/1936-1952 M, istana yang memiliki perpaduan berbagai unsur arsitektur Islam dan Eropa ini dipegang penuh oleh Raja Faruq, raja ke-10 dari Dinasti Muhammad Ali sekaligus raja terakhir bagi Mesir.
Al-Faruq adalah cucu Khedevile Ismail Pasya. Putera pasangan suami –istri Raja Fuad I dan Puteri Nazil Sabri ini lahir di Kairo, Mesir, pada tahun 1338 H/1920 M. Setelah menerima pendidikan secara pribadi, ia berupaya memasuki sekolah umum Inggris saat berumur 15 tahun. Namun, karena tidak diterima di perguruan Eton dan Royal military Academy di Woolwich,Inggris, ia menjadi siswa kelas sore.
Pendidikannya tidak berlangsung lama karena sang ayah wafat pada tahun 1355 H/1936 M. Ia pun kembali ke negerinya untuk menjadi orang nomor satu bergelar ”Yang Mulia Dipertuan Al-Faruq” dengan rahmat Allah Swt, Raja Mesir, Sudan, Penguasa Nubia, Kordofan, dan Darfur di bawah pengampunan sebuah majelis hingga tahun berikutnya
Al-Faruq sangat anti terhadap Partai Wafd, partai politik terbesar di Mesir yang pro-Inggris. Di sisi lain, saudara perempuannya, Puteri Fawzia Fuad, mantan permaisuri Syah Iran Muhammad Reza Pahlevi, ini juga terlibat perseteruan dengan Inggris.
Perseteruan tersebut memuncak ketika perang dunia II meletus, terutama ketika pasukan Jerman di bawah komando Marsekal Erwin Rommel bergerak maju dari gurun Sahara, bagian barat Mesir, menuju Alexandria. Akibatnya, Inggris pun menggerakan pasukannya untuk mengepung Istana Abidin di Kairo. Pasukan Inggris itu akhirnya memaksa Al-Faruq untuk memberi kesempatan kepada Partai Wafd agar memegang kendali pemerintahan.
Seusai perang dunia II, situasi politik Mesir semakin memanas. Apalagi setelah Mesir kalah dalam perang Arab—Israel pada tahun 1386 H/1948 H. Puncaknya, terjadi kudeta yang dilancarkan oleh Kolonel Gamal Abdul Nasser terhadap kekuasaan al-Faruq. Dengan tumbangnya keturunan Muhammad Ali Pasya yang berkuasa sejak 1220 H/1805 M tersebut, berakhirlah pemerintahan monarki di Mesir dan Mesir pun menjadi negara republik. Istana El-Montazha pun dijadikan sebagai aset negara. Selanjutnya, Anwar Sadat menjadikannya istana kepresidenan saat ia menjabat sebagai presiden Mesir.
Bagi sahabat wisata muslim tour mesir yang ingin berkunjung, El-Montazha Palace terletak sekitar 25 kilometer dari stasiun Alexandria. Di sana juga terdapat banyak tempat wisata berupa kebun, pantai, dan taman. Untuk masuk ke sana, wisatawan dikenakan biaya tiket. Untuk masuk ke taman kita bisa membayar sekitar E £ 5 dan pantai E £ 10. Jika ingin menginap, tersedia pula kamar dengan tarif 450 dollar atau lebih per malam pada musim panas. Bangunan ini benar-benar mewah, setara dengan hotel bintang 5 dan menawarkan pemandangan yang menakjubkan di garis pantai Mideterania. (RA)
Judul: Tour Wisata Muslim Mediterania Alexandria Mesir
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
Wah suatu saat saya akan ke sini
ReplyDelete