Ketua IPHI Sulsel, Agus Arifin Nu’mang, di sela-sela pembukaan Musyawarah Wilayah V IPHI Sulsel, mengungkapkan, berdasarkan data per 21 Februari 2011, jumlah daftar tunggu jamaah haji Sulsel mencapai 82.111 orang, dengan jangka waktu 11 tahun 4 bulan. Jika setiap jamaah memasukkan setoran awal sebesar Rp25 juta tiap orang, maka dana yang terkumpul Rp1,6 triliun. Hitungan bunganya, kurang lebih Rp40 miliar per bulan.
“Dana itu mengendap dan terus berbunga. Tapi, bunganya tidak dinikmati oleh pemilik uang atau jamaah ini,” ujar Agus.
Karena itu, Agus mempertanyakan bagaimana pengelolaan dana itu. Jika Kementrian Agama mempergunakan dana itu tanpa seizin jamaah, maka tentunya hukumnya haram. Sedangkan, jika dilihat dari sisi perbankan, uang itu akan terus berbunga selama disimpan di bank.“Kami harapkan transparansi pengelolaannya,” harapnya.
Hal senada dikatakan Ketua Umum IPHI Pusat, KH Kurdi Mustafa MM. Menurutnya, daftar tunggu jamaah haji se-Indonesia telah mencapai 1,3 juta orang. Jika dirata-ratakan dengan setoran awal Rp25 juta, maka dana yang terkumpul Rp27 triliun. Setahun, bunganya mencapai Rp1,380 triliun atau Rp115 miliar per bulan.
“Persoalannya, Kementarian Agama kan memanfaatkan jasa perbankan, tentunya akan berbunga. Pengelolaan dana ini seharusnya transparan,” ungkapnya.
Menurut Kurdi, seharusnya persoalan haji dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga, Kementrian Agama bisa fokus pada tugas pokoknya pembinaan umat.
“Ini juga bertujuan agar penyelenggaraan haji lebih profesional. Selama ini terlalu banyak keluhan,” terangnya.
Sementara, Gubernur Sulsel H Syahrul Yasin Limpo, mengusulkan, agar bunga dari para jamaah digunakan untuk umrah sambil menunggu pemberangkatan. Apalagi, di Sulsel, daftar tunggunya sangat lama yakni sekira 11 tahun. Sehingga, jemaah bisa mendapatkan manasik secara langsung, sebelum melaksanakan ibadah haji.
“Daripada menarik bunga secara langsung, kenapa tidak dimanfaatkan untuk menyempurnakan akidah jamaah,” usul Syahrul.Ia mengatakan, transparansi merupakan hal yang sangat penting. Apalagi, dalam penyelenggaraan agama, sangat fundamental.
“Ini kan masalah agama. Harus betul-betul dikelola dengan prinsip transparansi,” imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah, Prof Dr H Halide, menjelaskan, sesuai regulasi, setiap calon jemaah haji diwajibkan menyetor “uang jadi” BPIH sebesar Rp20-Rp25 juta untuk memperoleh seat pada bank yang ditunjuk Kementrian Agama sebagai Bank Penyetoran BPIH atas nama rekening Menag.
Ternyata, uang setoran tersebut terkumpul pada bank konvensional (lebih banyak) dan Bank Syariah sebanyak 26 bank dengan memperoleh return sekira 6-7%.
“Calon jamaah haji sebagai pemilik dana sama sekali tidak menerima return atau bunga. Padahal, mereka memiliki hak penuh. Return dana itu dinikmati Kemenag,” ungkapnya.
Menurut Prof Halide, hasil atau return dana setoran haji dan dividen saham pada Bank Muamalat yang dinikmati Kementrian Agama merupakan “uang haram”. Karena, pemanfaatannya tidak memperoleh izin pemakaian dari pemilik sah.
“Untuk mengatasinya, Kemenag minimal meminta keterangan tanda keikhlasan dari pemilik,” tandasnya.
Judul: Triliunan Dana Haji Dipertanyakan
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
0 comments... Baca dulu, baru komentar
Post a Comment