Mitra haji dan umrah, sebuah pepatah mengatakan, “memang lidah tak bertulang”. Adapula pepatah lain yang mengatakan, “ Lidah bisa lebih tajam dari pedang.”
Ya, itulah lidah. Meski tak bertulang, tetapi tajamnya bisa melebihi pedang. Efek yang dihasilkannya bisa sangat dahsyat. Lidah bisa menjadi sumber kebaikan, jika dimiliki orang yang beriman. Jika tidak, lidah akan menjadi sumber fitnah yang bisa mendatangkan bencana.
Begitu pula dalam pelaksanaan haji. Banyak kesakralan dan kesucian ritual haji yang terkotori oleh kata-kata kasar, kalimat cacian, dan perdebatan kusir. Padahal, haji adalah ibadah yang memiliki jutaan dimensi. Bahkan lewat cara berbicara seseorang, kemabruran haji dapat terukur. Mereka yang masih tidak mampu menguasai lisannya akan jauh dari rahmat Tuhannya. Untuk menghindari ketidakmabruran haji, sebaiknya kita perhatikan akhlak dalam berbicara sebagaimana berikut ini.
1. Perkataan yang baik
Dari Ibnu Masud ra., Rasulullah Saw bersabda, ”Hendaknya kalian berkata jujur, sebab kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke dalam surga. Bila seorang berkata jujur dan selalu menjaga kejujuran, Ia pasti akan ditulis di sisi Allah sebagai siddiq (orang jujur). Hendaknya kalian juga menghindari berkata bohong, sebab kebohongan dapat membawa kepada kejahatan dan kejahatan dapat membawa kalian masuk ke dalam neraka. Bila seseorang berbohong dan selalu melakukan kebohongan, ia pasti akan ditulis di sisi Allah sebagai pembohong.” Rasulullah bersabda pula, “Kalimat yang baik itu sedekah.”
2. Bergurau sekadarnya
Umar berkata, ”Siapa yang suka bercanda maka ia akan dipandang remeh.”
Umar bin abdul aziz berkata, ”Bertakwalah kepada Allah dan jauhilah senda-gurau, sebab senda-gurau bisa menimbulkan dendam dan membawa kepada kejelekan. Berbicaralah dengan al-Qur’an dan berbincang-bincanglah tentangnya. Jika itu terasa berat bagimu maka dengan pembicaraan yang baik dan serius saja.”
Zaid bin Aslam berkata bahwa ada seorang perempuan bernama Ummu Aimman datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, ”Suamiku mengundangmu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, ”Siapa suamimu, apakah yang di matanya ada warna putih?” Ia menjawab, “Di matanya tidak ada warna putih, ya Rasul.” Beliau bersabda lagi, ”Tentu ada warna putih di matanya.” Ia menjawab, ”Tidak ada, demi Allah!” Maka Rasulullah Saw bersabda, ”Tidak ada seorang pun manusia kecuali ada warna putih di matanya.” Maksud warna putih di sini adalah warna putih yang mengelilingi kornea mata.
Begitulah Rasulullah Saw bercanda dengan tidak memasukkan kata-kata yang berlebihan.
3. Tidak melakukan ghibah
Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabat, ”Tahukah kalian apa ghibah itu?” Para sahabat menjawab, ”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw bersabda, ”Kamu menyebut saudaramu dengan apa yang tidak disukai.” Lalu salah seorang sahabat bertanya, ”Bagaimana pendapatmu jika apa yang kusebutkan itu benar?” Maka Rasulullah Saw bersabda, ”Jika apa yang kamu katakan itu benar maka kamu telah meng-ghibah-nya, jika kamu tidak benar maka kamu telah menfitnahnya.”
4. Jangan mengeluh apalagi melaknat
”Bukanlah seorang muslim yang suka mencaci, melaknat, berkata cabul, dan berbicara tidak sopan” (HR. at-Tirmidzi).
Dalam sebuah buku diceritakan bahwa ada seorang wanita yang mengisahkan perjalanan hajinya bersama sang suami. Sebutlah namanya Citra. Ketika itu Citra berangkat haji bersama suaminya yang seorang perwira tinggi militer dengan fasilitas Haji Plus.
Pasangan suami-istri itu tiba di Makkah pukul 02.00 dini hari di Hotel Hilton. Semua jamaah dikumpulkan di lobi hotel dan mendapatkan pengarahan serta pembagian kamar. Citra dan suaminya mendapatkan kamar doble di lantai 14 tower 3.
Saat tiba di kamar, mereka merasa dipermainkan karena tidak ditempatkan di Hotel Hilton, melainkan di Hilton Tower. Hal ini mereka ketahui setelah membaca brosur yang ada di dalam kamar.
Meski sudah pukul 02.00 lebih, sang suami langsung menelpon panitia dan menyatakan komplainnya. Saat seorang panitia datang, sang suami langsung membentaknya, layaknya seorang jenderal mendamprat prajuritnya.
“Hey! Kenapa saya di tempatkan di kamar seperti ini? Saya ingin segera dipindahkan ke Hotel Hilton yang lebih layak. Ini bukan kamar manusia. Tapi lebih layak disebut kandang anjing!”
Sang panitia pun hanya mengangguk-angguk dan berjanji akan memindahkan mereka berdua. Sementara Citra hanya bisa beristighfar dan menyesali sikap suaminya yang kurang pantas dilakukan di tanah suci.
Tak berapa lama, pintu kamar diketuk dari luar. Padahal saat itu Citra dan suaminya baru saja hendak memejamkan mata. Dengan gusar, suami Citra membuka pintu dan tampaklah seorang roomboy yang berdiri tegak memandangnya. Tiba-tiba dengan lantang sang roomboy berkata dalam bahasa Indonesia, “Kalau kamu tidak mau tinggal di kamar ini, keluar saja dari kota Makkah! Kami tidak mau menerima anjing najis seperti kamu!”
Suami Citra yang tadinya gagah hanya bisa terhenyak dan membiarkan roomboy itu berlalu. Keesokan harinya dia mendampingi sang suami mengompalain pihak manejemen hotel agar memberi pelajaran kepada sang roomboy yang tadi malam membentaknya. Namun, sama sekali tidak ada roomboy dari Indonesia dan memiliki ciri-ciri seperti yang diceritakan pasangan tersebut. Mereka berdua pun kembali dengan perasaan malu. Mereka pun berpikir, bisa jadi itu malaikat yang dikirim oleh Allah Swt untuk menegur sikap suaminya.
Nah, mitra haji dan umrah, kiranya kita perlu menjaga lisan untuk selalu berkata-kata yang baik. Segala kebaikan menurut agama tentu akan berbuah kebaikan dan pahala. Adapun keburukan hanya akan menimbulkan keburukan dan dosa. Semoga menjadi haji yang mabrur. (Jng/RA)
Judul: Keutamaan Menjaga Lisan Saat Berhaji
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...
0 comments... Baca dulu, baru komentar
Post a Comment